Selasa, 29 Desember 2009

Anak Diluar Nikah


Bersama Melawan Perzinahan yang Telah Merajalela
Monday, 01 Desember 2008 02:00

Majalah As-Sunnah edisi 09 Tahun XII 1429H-2008M

Betul-betul mengkhawatirkan. Itulah gambaran perzinaan di sekitar kita. Bak virus yang terus saja mencari mangsa, terutama dari para generasi muda yang masih labil. Implikasi buruknya sanggup menggerogoti kokohnya pilar-pilar kekuatan masyarakat dan memporakporandakan kesucian dan keutuhan sebuah keluarga yang bermartabat. Tidak hanya status siaga yang disosialisasikan ke tengah masyarakat. Akan tetapi, status ‘awas’ terhadap bahaya perzinaan sangat layak diberikan. Apalagi bila memperhatikan beragam penyakit ‘aneh’ yang berkembang dewasa ini, dimana hubungan bebas menjadi terdakwa utama dalam penyebarannya.

Islam memandang perzinaan sebagai tindakan amoral yang terbejat. Tidak hanya mengundang kemurkaan Allah 'Azza wa Jalla, juga memicu kemarahan umat manusia yang masih berada dalam fitrahnya yang lurus. Pasalnya, pergaulan bebas - antara lawan jenis - yang ‘dibumbui’ hubungan seks di luar nikah, tak jauh bedanya dengan hubungan yang terjadi di dunia binatang. Siapa saling suka, akan melakukan apa saja. Na’udzubillah min dzalik.

Manusia adalah makhluk terhormat. Tidak selayaknya menempuh cara-cara hewani dalam memenuhi hajat biologisnya. Allah 'Azza wa Jalla telah mensyariatkan pernikahan – dengan syarat dan rukunnya – guna mensucikan hubungan antara dua insan yang telah berniat untuk menjalin hubungan suami-istri.

Pernikahan dalam Islam mengandung sekian banyak manfaat dan tujuan yang luhur. Diantaranya, merupakan tameng perlindungan paling efektif dari fenomena perzinaan yang telah mengancam di banyak aspek kehidupan. Dari situlah, dituntut adanya upaya berbagai pihak – rakyat dan pemerintah - untuk mengikis perkembangan perbuatan amoral tersebut dan memutus mata rantainya. Sehingga kemungkaran jenis ini juga lenyap dari tengah masyarakat.

Perkara sekecil apapun yang dapat mengantarkan menuju pergaulan bebas pun sedapat mungkin dihindari. Perkara yang tak boleh disepelekan, percampuran lelaki perempuan. Kondisi yang dikenal dengan ikhtilat ini juga ikut menyumbang peran dalam perkembangan realita jelek yang sedang terjadi. Manakala gaya dan suasana pembinaan (tarbiyah) tidak lepas dari ikhtilat, maka akan terbentuk asumsi bahwa tidak ada batasan-batasan khusus dalam pergaulan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram.

Oleh karena itu, menjadi sebuah kewajiban untuk menjauhkan anak-anak dari benih-benih penyimpangan (bidâyatudh dhalâlah). Tanggung jawab ini, pertama kali, menjadi kewajiban orang tua atau wali-wali. Karena, anak-anak adalah amanah di tangan mereka. Dengan pembinaan yang baik, anak-anak tidak menjelma menjadi musuh bagi orang tuanya. Allah 'Azza wa Jalla telah memperingatkan tentang potensi bahaya yang muncul dari anak-anak bila para orang tua meremehkan persoalan tarbiyah (pembinaan) mereka. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…
(Qs. at-Taghâbun/64:14)

Apabila semangat memelihara keluarga dari perzinaan telah tumbuh pada setiap kepala rumah tangga, seluruh komponen masyarakat, para tokoh, dan para pemegang keputusan, lambat laun – insya Allah 'Azza wa Jalla – masyarakat (muslim) akan yang steril dari degradasi moral. Minimal, pergaulan bebas dalam segala bentuknya (baca zina) tak berani menampakkan batang hidungnya. Orang tidak cukup punya nyali untuk terang-terangan menjalin cinta terlarang. Wallahul Musta’ân.